A. Definisi Komunikasi
Pengertian
komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai:
1) Pengertian
komunikasi secara etimologis
Komunikasi
berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber juga dari kata communis
yang artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi komunikasi berlangsung
apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu
hal yang dikomunikasikan.
2) Pengertian
komunikasi secara terminologis
Komunikasi yang berarti penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Komunikasi menurut
beberapa ahli diantaranya adalah menurut Everett Rogers dalam Hafied Cangara
(1998:20) Komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah
tingkah laku mereka”. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5) Komunikasi
didefinisikan sebagai “Pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara
si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.
Menurut Effendi (2003),
komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication,
dan bersumber dari kata communis yang
berarti sama. Maksudnya sama di sini adalah sama makna. Percakapan orang dapat
dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya selain mengerti bahasa yang
digunakan juga mengerti makna dari bahan yang dibicarakan.
Senada dengan pendapat
Tubbs dan Moss (2000), bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di
antara dua orang atau lebih. Jadi dalam komunikasi tidak hanya mengerti arti
bahasanya saja, tetapi maknanya karena dari rangkaian kata-kata yang telah
disusun membentuk suatu pengertian tertentu.
Masmuh (2008)
berpendapat bahwa komunikasi menyelimuti segala yang kita lakukan. Komunikasi
adalah alat yang dipakai manusia untuk melangsungkan interaksi sosial, baik
secara individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok
dengan kelompok. Menurut Lunandi (1992), komunikasi merupakan usaha manusia
dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya, serta
memahami isi pikiran atau hati orang lain.
Gibson et.al. (1996),
mendefinisikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui
penggunaan simbol-simbol umum, bisa verbal atau non verbal. Pengertian
komunikasi juga dikemukakan oleh De Vito (1989) sebagai suatu proses
penyampaian dan penerimaan pesan antara komunikator dengan komunikan yang
berlangsung secara bertatap-muka sehingga terjadi saling pemahaman untuk
mewujudkan tujuan bersama.
Dapat disimpulkan bahwa
komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan penyampaian pesan baik berupa verbal
maupun non verbal oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak
langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya
jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga
yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.
Sumber:
B. Proses Komunikasi
Sebelum menjelaskan
proses komunikasi lebih lanjut ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu
unsur-unsur komunikasi tersebut. Menurut Paradigma Laswell menunjukan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan,
yaitu:
1.
Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2.
Pesan (mengatakan apa?)
3.
Media (melalui saluran apa?)
4.
Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek
(efek apa?)
Menurut sumber lain, dalam situasi
komunikasi terdapat beberapa unsur yang berlangsung sehingga peristiwa
komunikasi ini dapat terjadi, antara lain:
a.
Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada
seseorang atau sejumlah
orang.
b.
Encoding :
Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.
c.
Massage : Pesan yang merupakan seperangkat lambing
bermakna yang disampaikan
oleh komunikator.
d.
Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari
komunikator kepada
komunikan.
e.
Decoding :
Yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang
disampaiakan oleh komunikator kepadanya.
f.
Receiver :
Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
g.
Response :
Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah menerima pesan.
h.
Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila
tersampaikan atau
disampaikan kepada komunikator.
i.
Noise : Gangguan
tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai
akibat
diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan
yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Berdasarkan paradigma
Laswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap,
yaitu:
a. Proses
komunikasi secara primer
Proses komunikasi
secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai
media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan
nonverbal.
Komunikasi berlangsung
apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan.
Prosesnya sebagai berikut, pertama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti
komunikator memformulasikan pikiran atau perasaannya ke dalam lambing (bahasa)
yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian, komunikan menterjemahkan
(decode) pesan dari komunikator. Ini
berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung perasaan dan pikiran
komunikator.
Menurut Wilbur Schramm
(dalam Effendy,1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan
yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni perpaduan
pengalaman dan pengertian yang diperoleh komunikan. Kemudian Schramm juga
menambahkan, bahwa komunikasi akan berjalan lancara apabila bidang pengalaman
komunikator sama dengan dengan bidang pengalaman komunikan. Sebagai contoh: si
A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing
dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan sangat
mudah dan lancara apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si
B yang juga sama-sama mahsiswa. Seandainya si A membicarakan hal tersebut
dengan si C yang seorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikasi
tidak akan berjalan lancar.
b. Proses komunikasi
secara sekunder
Proses komunikasi
secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator
menggunakan media ke daola dua komunikasi karena komunikan sebagai sarana
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon fax,
radio, majalah, dan lain-lain merupakan media yang sering digunakan dalan
komunikasi.
Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34520/4/Chapter%20II.pdf
C. Hambatan Komunikasi
Komunikasi
adalah vital, tetapi komunikasi sering tidak efektif dengan adanya
kekuatan-keluatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini akan dibahas
hambatan-hambatan terhadap komunikasi yang efektif tersebut, dengan
dikelompokkan sebagai 1) hambatan-hambatan organisasional, dan 2)
hambatan-hambatan antar pribadi.
Hambatan-hambatan Organisasional
Ada
tiga hambatan organisasional, yaitu ) tingkatan hirarki, 2) wewenang manajerial,
dan 3) spesialisasi.
1) Tingkatan
hirarki
Bila suatu organisasi tumbuh,
strukturnya berkembang akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena
berita harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, yang memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan cenderung menjadi berkurang
ketepatannya.
2) Wewenang
manajerial
Tanpa wewenang untuk
membuat keputusan tidak mungkin manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif.
Tetapi di lain pihak, pada kenyataannya bahwa seseorang yang mengendalikan
orang lain juga menimbulkan ambatan- terhadap komunikasi.
3) Spesialisasi
Meskipun spesialisasi
adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-masalah
komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila mereka
bekerja saling berdekatan.
Hambatan-hambatan Antar Pribadi
Manajer masih akan
menghadapi kemungkinan bahwa berita-berita yang mereka kirim akan berubah atau
menyimpang, bahkan bila hambatan-hanbatan komunikasi organisasional tidak ada.
Banyak kesalahan komunikasi disebabkan bukan oleh faktor-faktor organisasi,
tetapi oleh masalah-masalah ketidak sempurnaan manusia dan bahasa. Manajer
perlu memperhatikan hambatan-hambatan
atar pribadi seperti 1) persepsi selektif, 2) status atau kedudukan komunikator, 3) keadaan membela
diri, 4) pendengaran lemah, dan 5) ketidak tepatan penggunaan bahasa.
1. Persepsi
selektif
Persepsi adalah suatu
proses yang menyeluruh dengan mana seorang menseleksi, mengorganisasikan, dan
mengartikan segala sesuatu di lingkungannya. Segera seteah seorang menerima
sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe informasi yang berarti.
Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan reaksi tertentu, bila
seseorang mendengar suara kereta api, maka dia mengharapkan akan melihat kereta
api. Seorang karyawan menjadi “defensif” secara otomatis bila dipanggil
atasannya. Dengan kata lain, pengharapan yang mengarahkan seseorang untuk
melihat atau mendengar kejadian, orang, objek atau situasi yang dia ingin lihat atau dengar. Hal ini
tersebut persepsi selektif.
Manajer perlu
memperhatikan tiga aspek berikut sehubungan dengan persepsi selektif :
1. Penerima
akan menginterprestasikan berita berdasarkan pengalaman diri dan bagaimana mereka telah “belajar” untuk
menanggapi sesuatu.
2. Penerima
akan menginterprestasikan berita dengan cara menolak setiap perubahan dalam
struktur kepribadian yang kuat. Berita yang bertentangan dengan keyakinan
seseorang cenderung untuk ditolak.
3. Penerima
akan cenderung mengelompokkan dan menyimpan karakteristik-karakteristik
pengalaman mereka sehingga mereka dapat membuat
pola-pola menyeluruh.
Pelajaran bagi manajer
untuk memahami sebanyak mungkin tentang kerangka kesukaan, kebutuhan, motif,
tujuan, tingkat bahasan, dan stereotip (proses penyusunan berita menjadi
seperti sesuatu yang diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan
pengertian secara efektif.
2. Status
komunikator
Hambatan utama komunikasi lainnya adalah
kecenderungan untuk menilai, mempertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar
karakteristik-karakteristik pengirim (sumber), terutama kredibilitasnya.
Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang
dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan
mengkomunikasikan kebenaran.
3. Keadaan
membela diri
Perasaan pembelaan diri pada pengirim,
penerima berita atau keduanya juga menimbulkan hambatan-hambatan komunikasi.
Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan
pembicaraan tertentu dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak
lain. Jadi, akan timbul reaksi rantai defensif. Keadaan ini membuat pendengar
lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan dan bukan pada apa yang
sedang didengar.
4. Pendengaran
lemah
Manajer perlu belajar untuk mendengar
secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan
dengan pendengaran lemah meliputi : 1) mendengar hanya permukaannya saja,
dengan sedikit perhatian pada apa yang sedang dikatakan; 2) memberikan
pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-tanda (seperti melihat jam,
memandng langit, menunjukkan kegelisahan); 3) menunjukkan tanda-tanda
kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan 4) mendengar dengan
tidak aktif.
5.
Ketidaktepatan penggunaan bahasa.
Salah satu kesalahan terbesar yang
dibuat dlam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam
“kata-kata” yang digunakan. Disamping itu bahasa-bahasa “non verbal” yang tidak
konsisten seperti nada suara, ekspresi wajah dan sebagainya dapat menghambat
komunikasi.
Sumber:
Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen edisi 2. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta
D. Definisi Komunikasi Interpersonal Efektif
Komunikasi
interpersonal, secara ringkas yaitu berkomunikasi di antara dua orang atau
lebih yang saling timbal balik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994),
yang dimaksud dengan komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Sumber:
Nasional, D. P. (1994). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Menurut Kamus Psikologi
(dalam Rakhmat, 2001), komunikasi didefinisikan segala penyampaian energi,
gelombang suara dan tanda di antara tempat sebagai proses penyampaian suatu
pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa
ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang
kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung
melalui media dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.
Sumber:
Rakhmat, J. (2001). Psikologi komunikasi. Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman dan penerimaan pesan
antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa umpan balik
seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara
tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehigga
terjadi kontak pribadi atau personal contact
(Effendy, 2002).
Sumber:
Effendy, Onong, Uchjana. (2002). Dinamika komunikasi, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Menurut De Vito (dalam Sendjaja, 2004) karakteristik–karakteristik
efektivitas komunikasi interpersonal terbagi 2 (dua) perspektif, yaitu :
1. Perspektif
humanistik, meliputi sifat–sifat yaitu:
a.
Keterbukaan
Sifat
keterbukaan tentang komunikasi interpersonal yaitu:
1) Bahwa kita
harus terbuka pada orang–orang yang berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa
serta merta menceritakan semua latar belakang kehidupan, namun yang paling
penting adakemauan untuk membuka diri pada masalah–masalah umum. Di sini orang
lain akanmengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita, sehingga komunikasi
akan mudah dilakukan.
2) Keterbukaan
menunjukkan pada kemauan diri untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain
dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya. Demikian
pula sebaliknya, orang lain memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka
tentang segala sesuatu yang dikatakan. Di sini keterbukaan diperlukan dengan
cara memberi tanggapan secara spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan
umpan balik orang lain. Tentunya, hal ini tidak dapat dengan mudah dilakukan
dan dapat menimbulkan kesalahpahaman orang lain, seperti marah atau
tersinggung.
b.
Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan
dirinya pada peranan atau posisi orang lain. dalam arti bahwa seseorang secara
emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami
orang lain. Dengan empati seseorang berusaha melihat dan merasakan seperti yang
dilihat dan dirasakan orang lain.
c.
Perilaku Suportif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri
seseorang ada perilaku suportif. Artinya, seseorang dalam menghadapi suatu
masalah tidak bersikap bertahan (defensif). Keterbukaan dan empati tidak
dapat berlangsung dalam suasana yang tidak suportif, yakni: deskriptif, spontanitas
dan provisionalisme. Sebaliknya dalam perilaku defensif ditandai dengan
sifat–sifat: evaluasi, strategi dan kepastian.
1) Deskriptif
Suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap
suportif dibandingkan dengan evaluatif. Artinya, orang yang memiliki sifat ini
lebih banyakmeminta informasi atau deskripsi tentang suatu hal. Dalam suasana
seperti ini, biasanya orang tidak merasa dihina atau ditantang, tetapi merasa
dihargai.
2) Spontanitas
Orang yang spontan dalam komunikasi adalah orang
terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. Biasanya orang seperti
itu akan ditanggapi dengan cara yang sama, terbuka dan terus terang.
3) Provisionalisme
Seseorang yang memiliki sifat ini adalah memiliki
sikap berpikir, terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan
bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.
d.
Perilaku Positif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila memiliki
perilaku positif. Sikap positif dalam komunikasi interpersonal menunjuk paling
tidak pada dua aspek, yaitu:
1) Komunikasi
interpersonal akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri.
2) Mempunyai
perasaan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi.
e.
Kesamaan
Kesamaan
dalam komunikasi interpersonal ini mencakup dua hal yaitu:
1) Kesamaan
bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi
interpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai,
sikap, perilaku dan pengalaman yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa
ketidaksamaan tidaklah komunikatif.
2) Kesamaan
dalam percakapan di antara para pelaku komunikasi, memberi pengertian bahwa
dalam komunikasi interpersonal harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan
menerima pesan.
2. Perspektif
pragmatis, meliputi sifat–sifat yaitu:
a. Bersikap
Yakin
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila
seseorang mempunyai keyakinan diri. Dalam arti bahwa seorang tidak merasa malu,
gugup atau gelisah menghadapi orang lain. dalam berbagai situasi komunikasi,
orang yang mempunyai sifat semacam ini akan bersikap luwes dan tenang, baik
secara verbal maupun non verbal.
b. Kebersamaan
Seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi
interpersonal dengan orang lain bila ia bisa membawa rasa kebersamaan. Orang
yang memiliki sifat ini, bila berkomunikasi dengan orang lain akan
memperhatikannya dan merasakan kepentingan orang lain.
c. Manajemen
Interaksi
Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif
akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak,
sehingga tidak seorang pun merasa diabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan
mengatur isi, kelancaran dan arah pembicaraan secara konsisten. Dan biasanya,
dalam berkomunikasi orang yang memiliki sifat semacam ini akan menggunakan
pesan–pesan verbal dan non verbal secara konsisten pula.
d. Perilaku
Ekspresif
Perilaku ekspresif memperlihatkan
keterlibatan seseorang secara sungguh–sungguh dalam berinteraksi dengan orang
lain. Perilaku ekspresif ini hampir sama dengan keterbukaan, mengekspresikan
tanggung jawab terhadap perasaan dan pikiran seseorang, terbuka pada orang lain
dan memberikan umpan balik yang relevan.
Orang yang berperilaku ekspresif
akan menggunakan berbagai variasi pesan baik secara verbal maupun non verbal,
untuk menyampaikan keterlibatan dan perhatiannya pada apa yang sedang
dibicarakan.
e. Orientasi
pada Orang Lain
Untuk mencapai efektivitas komunikasi, seseorang harus
memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain. Artinya adalah kemampuan
seseorang untuk beradaptasi dengan orang lain selama berkomunikasi
interpersonal. Tentunya, dalam hal ini seseorang harus mampu melihat perhatian
dan kepentingan orang lain. selain itu, orang yang memiliki sifat ini harus
mampu merasakan situasi dan interaksi dari sudut pandang orang lain serta
menghargai perbedaan orang lain dalam menjelaskan suatu hal.
Sumber:
Sendjaja, D. S. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
E. Komunikasi Interpersonal Efektif
Dalam Organisasi Mencakup Componential (Komponensial) dan
Situational (Situasional)
Definisi berdasarkan komponen (Componential Definition)
Definisi bedasarkan
komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati
komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34520/4/Chapter%20II.pdf
Situasional (Situational)
Saling ketergantungan
diantara kedua belah pihak (dyad)
dijadikan sebagai karakteristik yang paling jelas dari komunikasi interpersonal.
Organisasi menetapkan bahwa hubungan interpenetratif dan interlocking untuk mengkoordinasikan kerja. “Dyadic communication mulai berfungsi ketika ada kemungkinan tindakan
setiap orang mempengaruhi yang lain” (Wilmot,1979, hal. 9). Jadi, menurut
definisi, hubungan atasan-bawahan, kolega, anggota tim proyek, atau kombinasi
kerja lain, merupakan contoh-contoh komunikasi interpersonal. Rasa ketergantungan
ini merupakan faktor penting dalam banyak situasi kerja. Anda tidak dapat
menolak untuk bekerja dengan seseorang hanya karena Anda tidak ingin menjadi
teman mereka, dan Anda harus bekerjasama dengan orang lain untuk menyelesaikan
banyak tugas yang diberikan. Bekerja secara efektif dengan rekan kerja, bos,
pelanggan, dan bawahan akan berkaitan langsung dengan keberhasilan pribadi Anda
sendiri. Ketidakmampuan untuk bergaul dengan orang lain adalah nomor dua alasan
bagi karyawan dipecat (“personal problem,”
1990). Yang lainnya adalah ketidakmampuan (pertama), ketidakjujuran (ketiga),
sikap negatif (keempat), dan kurangnya motivasi (kelima). Disisi lain mata
uang, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain adalah atribut yang paling
penting kedua untuk mendapatkan depan menurut The Wall Street Journal (Nirenberg,1989). Integritas adalah yang
pertama. Mendukung rasa ketergantungan, tampaknya, merupakan prasyarat untuk
mempertahankan dan memajukan pekerjaan.
Sumber:
http://www.docstoc.com/docs/142011609/KOMUNIKASI-ORGANISASI