Minggu, 09 Juni 2013

Cinta dan Perkawinan



Cinta sejati didasarkan pada persahabatan, kepercayaan, dan kepedulian  kepada orang lain. Cinta memusatkan diri pada seorang manusia beserta sifat-sifatnya secara utuh, bukan hanya hiasan fisiknya. Cinta memang berarti menyukai “penampilan fisik” seseorang, tapi dia jauh menyukai apa yang ada di “dalam”. Penampilan dan kemolekan fisik bisa diibaratkan seperti bungkusan hadiah yang menarik; pembungkus tersebut hanya menutupi hadiah sesungguhnya.*
            Pernikahan adalah kemitraan seumur hidup. Seorang pria dan wanita harus bekerja keras untuk menjadikan pernikahan mereka berhasil, dan keberhasilan itu nggak datang begitu saja. Dan sementara enggak ada jaminan semua akan berhasil, mengetahui apa yang harus dicari dari pasangan hidup bisa membantumu menemukan seseorang yang tepat bagimu.**
“pernikahan bukanlah tujuan; pernikahan adalah sebuah perjalanan”
*Ron Herron dan Val J. Peter, I Love Me: Gimana Jadi Remaja Pede N’ Smart Jakarta: Kaifa, 2003). Hlm. 167
**Ron Herron dan Val J. Peter, I Love Me: Gimana Jadi Remaja Pede N’ Smart Jakarta: Kaifa, 2003). Hlm. 173

A.        Bagaimana Memilih Pasangan

7 Kriteria Memilih Pasangan Hidup dalam Iman Kristiani
Apa saja yang dapat membuat suatu hubungan berjalan baik? Apa yang harus kita perhatikan dalam memilih pasangan hidup? Bagaimana kita mengetahui bahwa si dia adalah orang yang tepat untuk dinikahi ? Anda mungkin pernah mengalami hubungan yang buruk di masa lalu; jadi kriteria apa saja yang perlu Anda temukan dalam diri si dia agar Anda tidak terjebak dalam kesalahan yang sama dan terluka lagi ?
Kriteria yang umumnya dicari adalah :
”Seseorang yang memiliki rasa humor dan dapat membuat kita tertawa”.
”Seseorang yang bertubuh atletis dan rajin berolah raga.”
”Seseorang yang menyukai traveling, shopping dan menonton pertunjukan musik.”
Itulah sebabnya mengapa kita terperangkap ke dalam berbagai masalah. Ketika berbicara mengenai seseorang yang humoris, tegap, ramah, tenang dsb kita sedang mengacu pada kepribadiannya bukan karakternya.
Seorang pembunuh berantai bisa memiliki kepribadian yang menyenangkan dengan rasa humor yang tinggi. Seorang pemerkosa pun bisa memiliki
tubuh yang atletis dan suka berolah raga. Seorang psikopat bisa
memiliki kepribadian yang ramah dan sangat tenang. Dan seorang pelacur
bisa saja menyukai traveling, shopping dan menonton pertunjukan musik.
Apakah ini berarti Anda menyukai seorang pembunuh, pemerkosa, psikopat
dan pelacur ? Tentu tidak ! Akan tetapi jika Anda tidak bersedia
mengubah kriteriamu dalam hal ini, maka pada akhirnya Anda akan selalu
jatuh ke tangan orang yang salah.
Kunci untuk memilih pasangan hidup yang tepat adalah carilah seseorang
yang berkarakter baik, bukan kepribadiannya saja yang baik. Sebab
karakter akan menentukan cara ia memperlakukan dirinya, Anda dan
anak-anakmu suatu hari kelak. Karakter adalah dasar dari setiap
hubungan yang sehat. Hubungan itu seperti kue tart, di mana karakter
adalah bahan dasarnya dan kepribadian adalah lapisan gulanya.
Ketika Anda sedang menimbang apakah si dia cocok untuk dijadikan
pasangan hidup, daripada bertanya ”Apakah dia mencintaiku?” lebih baik
Anda bertanya ”Seberapa mampukah si dia mencintaiku?” Jika si dia
adalah seorang pemarah, jelas dia tidak memiliki kapasitas untuk
mencintai Anda. Jika si dia belum dipulihkan dari luka batin masa
lalunya, si dia juga sulit mencintai Anda sepenuhnya. Jika si dia tidak
bertumbuh dalam Kristus, maka si dia tidak mampu mencintai Anda dengan
benar. Jika si dia tidak mampu bersikap tegas terhadap campur tangan
orang tuanya, maka si dia akan mengalami kendala untuk mencintai Anda.
Kita akan belajar ketujuh kriteria yang harus ada dalam diri si dia.
Kriteria ini adalah karakter yang baik dalam diri seseorang.
1. Komitmen Terhadap Pertumbuhan Pribadi
Inilah kriteria utama yang perlu ada dalam diri calon pasangan hidup
kita. Jika Anda mampu menemukan seseorang yang memiliki komitmen
terhadap pertumbuhan pribadinya, berarti Anda telah meraih setengah
dari pernikahan yang bahagia.
Jenis masalah apakah yang paling sering dihadapi oleh para pasangan ?
Yang satu mau maju yang satunya tidak mau. Yang satu coba membahas
persoalan yang dihadapinya, yang satunya menolak. Yang satu melihat
celah yang memerlukan perbaikan, tetapi yang satunya menyangkal.
Komitmen terhadap pertumbuhan pribadi artinya :
a. Si dia bersungguh-sungguh terhadap Firman Allah dan gaya hidup yang
saleh. Si dia benar-benar yakin bahwa Alkitab adalah sumber iman
satu-satunya. Dia meyakini mutlak kekuatan Firman Allah. Dia bersedia
hidup menurut apa yang diajarkan Alkitab seperti : Kasih, Pengampunan,
Penerimaan, Saling Menghormati, Kehidupan Berkeluarga dsb (1 Yoh 4
:7,12)
b. Si dia bersedia dibantu dan menerima bimbingan. Bantuan itu bisa
berupa buku-buku, kaset kotbah, seminar-seminar, dan bila perlu
konseling pribadi. Amsal 12:1 berkata ”Untuk belajar, Anda harus
bersedia diajar.” Tidak ada hubungan yang langgeng apabila salah satu
pasangan menolak mencari bimbingan jika diperlukan. Kriteria ini harus
Anda temukan sedini mungkin dalam diri si dia. Sebab dengan berjalannya
waktu Anda akan menghadapi krisis dalam pernikahan, dan ketika Anda
sadar bahwa si dia ternyata “tidak percaya terhadap konseling” atau
malas untuk belajar dari buku tentang bagaimana agar hubungan kalian
menjadi manis kembali, maka hal itu sudah terlambat.
c. Si dia harus menyadari kelemahan dan masalah emosinya. Sungguh
bahaya terlibat dengan seseorang yang tidak menyadari kelemahannya dan
area yang rawan masalah. Tidak ada kebohongan yang lebih menyesatkan
daripada “Errrr… saya baik-baik saja! Saya tidak bermasalah; jangan
kuatir”. Yakobus 5:16 berkata, agar kita dipulihkan dari segala luka
yang menyakitkan, kita perlu saling mengakui kesalahan kita dan saling
mendoakan. Keangkuhan dan keras kepala adalah jalan pintas menuju
perpecahan.
d. Si dia harus memiliki target pribadi yang real untuk berubah. Dengan
kata lain, kita dapat melihat secara spesifik perubahan positif yang
terjadi pada dirinya dari waktu ke waktu. Betapa pentingnya menemukan
seseorang yang bukan hanya rindu untuk bertumbuh, tetapi
sungguh-sungguh melakukannya. Seorang yang tegas, beriman, berani
menghadapi ketakutannya, memperbaharui pikirannya dan berdoa untuk
perubahan. Ia tidak perlu didorong-dorong untuk bertumbuh. Karena ia
sendiri menginginkannya. (1 Kor 9:26) Banyak sekali orang yang sekedar
basa basi bilang mau berubah, tetapi ketika diperhadapkan kepada
situasi yang sesungguhnya, ia menghindar. Bagaimana Anda akan berubah
dalam 5 tahun mendatang ? Bagaimana dengan sifatmu yang harus dibuang ?
Karakter ilahi apa yang Anda rindu untuk dikembangkan ? Setiap kita
perlu bertumbuh dalam karakter, bukan hanya sebagai orang Kristen,
tetapi juga sebagai seorang pribadi.
2. Keterbukaan Emosional
Hubungan yang intim tidak terjalin lewat berbagi tempat tinggal, tempat
tidur, atau kamar mandi saja; tetapi dengan berbagi perasaan. Si dia
harus memiliki kepekaan. Artinya si dia tahu apa yang sedang
dirasakannya dan rindu berbagi perasaannya denganmu, dan tahu cara
mengungkapkan perasaannya.
Banyak pria dan wanita yang tidak berbahagia karena mereka terikat dengan pasangan yang tidak mampu mengekspresikan perasaannya.
”Ayahnya tidak pernah bilang bahwa ia mengasihinya, sehingga ia pun
tidak mampu berkata bahwa ia mengasihiku.” ”Dia sangat terluka oleh
mantan kekasihnya, akibatnya ia sangat sulit menunjukkan perhatiannya
kepadaku.” ”Tumbuh di tengah keluarga yang melecehkan membuat dia ngeri
menunjukkan perasaannya.”
Jika semua yang dikeluhkan di atas itu benar, berarti mereka semua
sedang kehilangan satu hal penting, yaitu : Jika si dia tidak mampu
mengenali dan berbagi perasaannya denganmu, berarti si dia belum siap
naik ke jenjang hubungan yang lebih intim.
Apa gunanya tinggal bersama seseorang yang perasaannya tumpul ? Tinggal
bersama seseorang yang tidak mampu berbagi perasaannya sungguh
tersiksa. Amsal 18:14 berkata ”Orang yang bersemangat dapat menanggung
penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?”
Cara lain untuk menggambarkan ”keterbukaan emosional” adalah ”kemurahan
emosional” – seseorang yang bermurah kasih, membagikan kasihnya dengan
tulus dan melimpah tanpa hambatan. Jika Anda hidup bersama seorang yang
mudah menyatakan kasihnya dan memperlihatkan betapa ia menghargaimu,
maksud saya bukan setahun sekali pada saat ulang tahun pernikahan saja,
atau pada saat Anda mengancam untuk meninggalkannya. Karena itu Anda
perlu erdoa untuk mendapatkan seseorang yang mampu menunjukkan kasih
dan pengharapannya secara konsisten.
Keterbukaan emosional adalah hal yang vital dalam diri si dia, karena
hal itu memberikan akses kepada jiwanya, menyediakan jalan menuju
hatinya. Tanpa keterbukaan emosional, si dia tidak akan menjadi belahan
jiwamu.
3. Integritas
Ini adalah konsistensi dari karakter. Tindakanmu cocok dengan
perkataanmu. Pilihanmu cocok dengan visimu. Perilakumu cocok dengan
keyakinanmu.
Agar suatu hubungan kasih dapat berjalan baik, kejujuran dan dapat
dipercaya harus menjadi dasarnya. Mengetahui bahwa si dia selalu dapat
dipercaya memberi rasa aman tersendiri. Jika tidak ada saling percaya,
maka tidak ada hubungan. Apabila Anda selalu ketakutan jangan-jangan si
dia membohongimu, hal itu aka membuatmu selalu was-was. Anda akan
selalu curiga dan merasa dikhianati. Jika Anda meragukan integritas si
dia, maka Anda akan kehilangan respek terhadapnya. Anda tidak dapat
mempercayai perkataan dan tindak tanduknya terhadapmu.
Oleh karena itu Anda harus menemukan seseorang yang :
- Jujur terhadap dirinya sendiri
- Jujur terhadap orang lain
- Jujur terhadap Anda
4. Dewasa dan Bertanggung jawab
Banyak sekali orang yang belum siap masuk dalam suatu hubungan
berkomitmen. Sekalipun mereka terlihat sangat menyenangkan, dan bahkan
sangat mencintaimu, tetapi apabila si dia belum mencapai tingkat
kedewasaan tertentu, maka Anda akan merasa sedang mengadopsi seorang
anak daripada seorang kekasih. Pada akhirnya Anda akan merasa ”Saya
sangat mencintai si dia, dan saya juga berharap si dia akan bertumbuh.”
Dari mana Anda mengetahui bahwa si dia cukup dewasa untuk memasuki suatu hubungan yang berkomitmen ?
a. Si dia mampu mengurus dirinya sendiri. Apabila si dia cukup dewasa,
seharusnya ia mampu menghasilkan uang untuk membiayai hidupnya sendiri,
menjaga tempat tidurnya tetap bersih, mengerti prinsip dasar
kebersihan, dsb. Kebersihan jasmani adalah cerminan dari apa yang ada
di dalam rohaninya. Apabila si dia penampilannya acak-acakan,
kemungkinan besar di dalamnya kacau balau. Jika si dia tidak mampu
mengurus dirinya, apa yang membuatmu berpikir bahwa dia sanggup
memperhatikan kebutuhan emosimu ? Yang pasti orang seperti itu belum
siap untuk menikah.
b. Bertanggung jawab. Kedewasaan tidak diukur dari umur, tetapi diukur
dari seberapa berani ia bertanggungjawab. Penuhi segala kewajibanmu.
Perkataannya harus dapat dipegang – lunasi semua tagihanmu, tepati
janjimu, datang tepat waktu, jangan membuat orang kecewa dsb. Yesus
berkata ”Jika ya, katakan ya! Jika tidak, tidak ! ”Tanggung jawab
bukanlah konsep yang abstrak melainkan tindakan nyata. Setiap orang
berhak dicintai, tetapi tidak setiap orang siap untuk memikul tanggung
jawab yang dibutuhkan dalam suatu hubungan yang dewasa.
c. Menunjukkan rasa hormat. Satu-satunya cara kita mengenali seorang
anak telah tumbuh besar adalah kemampuannya menunjukkan rasa hormat
kepada orang-orang di sekelilingnya. Kanak-kanak tidak mengenal batas.
Ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, langsung ngambek.
Orang dewasa tidak bersikap buruk di tempat umum. Dari mana Anda tahu
bahwa hubunganmu termasuk cukup dewasa ? Lihat seberapa peduli ia
terhadap perasaanmu. Apakah si dia merendahkanmu di muka umum ?
Seberapa besar ia menaruh hormat terhadap keterbatasanmu, waktu,
kepemilikan dan perasaan orang lain ?
5. Memiliki Citra Diri Yang Sehat
Yesus berkata ”Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Artinya si
dia hanya bisa mengasihimu sebesar ia mengasihi dirinya sendiri.
Seorang yang citra dirinya sehat mengasihi karena ia merasa dirinya
baik. Semakin sehat citra diri si dia semakin kuat hubunganmu.
Apa ciri-ciri orang yang citra dirinya sehat ?
- Ia tahu siapa dirinya di dalam Kristus. Ia memiliki pengertian yang
Alkitabiah tentang posisi dan otoritasnya sebagai anak Allah
- Ia tidak melecehkan dirinya, melainkan merawat dirinya dengan baik.
- Ia tidak membiarkan orang lain melecehkan dirinya.
- Bersikap proaktif (tidak pasif)
6. Bersikap Positif Dalam Hidup Ini
Ada 2 jenis manusia di dunia ini Manusia Positif dan Manusia Negatif.
Jika Anda harus menghabiskan hidupmu bersama satu di antara dua orang
ini, manakah yang akan Anda pilih ? Tentu yang positif bukan ? Akan
tetapi mengapa banyak di antara kita yang akhirnya mendapatkan pasangan
hidup yang negatif – selalu kuatir, gelisah dan berfokus pada masalah,
selalu bersungut-sungut, tidak mudah percaya dan pesimis akan masa
depan.
Orang positif menciptakan hubungan yang positif. Orang yang negatif
menciptakan hubungan yang negatif. Itu sebabnya jatuh cinta dengan
orang yang negatif bagaikan mendengar orang yang sedang mencakar papan
tulis dengan kukunya.
Kasih adalah positif. Ia tumbuh di dalam atmosfir yang positif. Ia
tenggelam di dalam atmosfir yang negatif. Hubungan jauh lebih mudah
dibangun dengan orang yang positif. Konflik akan lebih cepat
diselesaikan, sedkit saling menyalahkan dan ada kerjasama yang baik
karena kasih.
7. Ada perasaan tertarik
Sekalipun ini bukan termasuk dalam kualitas karakter, namun tanpa
perasaan itu Anda tidak akan pernah mengalami jatuh cinta. Mungkinkah
kita memiliki pernikahan yang bahagia dengan seseorang yang kita tidak
tertarik ? Biasanya ada orang-orang yang bertanya demikian kepada saya
karena mereka telah mengalaminya. Mereka mengasihi pasangannya tetapi
tidak memiliki perasaan tertarik sama sekali. Secara jujur saya katakan
”Tidak mungkin” Saya tidak yakin Anda akan memiliki hubungan jangka
panjang yang sehat dan romantis tanpa perasaan tertarik dengan si dia.
Jatuh cinta dengan seorang sahabat akan menjadi pengalaman yang luar
biasa dalam hidup seseorang. Survey membuktikan bahwa pasangan yang
menjalin persahabatan terlebih dahulu sebelum mereka meningkat ke
hubungan yang romantis akan mengalami pernikahan yang lebih sukses dan
memuaskan.
Tanggapan:
Menurut saya seseorang yang mencari pasangan lebih menutamakan kesamaan dalam hal kepercayaan yaitu kesamaan agama. Saya pernah berbicara kepada teman-teman saya yang agamanya minoritas dan mayoritas dengan bertanya hal kecil kalian ingin punya pasangan seperti apa? Dan rata-rata mereka menjawab yang seiman dan dapat menuntun dalam hidup bergama yang lebih baik.
Dari artikel diatas saya juga mendapati penulis mengatakan carilah karakter baik bukan pribadi yang baik. Adanya hal positif dalam diri seseorang juga dapat menimbulkan daya tarik dan nilai lebih pada seseorang. Hal positif bisa didapatkan dengan memohon pada Tuhan supaya menjadi pribadi yang sesuai kehendak Tuhan. Yakinlah Tuhan tidak akan memberi ular kepada mereka yang meminta roti. Yakin juga akan istilah Belief On A Just World dunia adalah tempat yang baik, yang baik selalu mendapatkan ”hadiah”.
http://www.anneahira.com/memilih-pasangan-hidup.htm
B.        Seluk Beluk Dalam Hubungan Perkawinan

CINTA: Jalan Menuju Pernikahan Sukses


Mencapai pernikahan sukses adalah hal yang sangat diidam-idamkan oleh orang-orang yang telah menikah. Namun alangkah sulitnya mencapai pernikahan sukses itu. Ini bisa dilihat dari prosentase orang yang bercerai dari tahun ke tahun, yang realitanya adalah semakin banyak pasangan yang bercerai di tengah jalan. Seperti kita ketahui bahwa awal yang mendasari suatu pernikahan adalah perasaan saling mencintai satu sama lain, namun seringkali kita lupa bahwa kekuatan cinta bisa pudar karena perjalanan waktu bila tidak disirami dengan secara terus menerus, yakni berupa tindakan-tindakan kasih sayang.
Dengan menyirami cinta Anda dengan tindakan-tindakan kasih sayang yang nyata, maka niscaya pernikahan Anda akan langgeng selama-lamanya.Oleh karena mulailah sedari awal Anda memulai mahligai keluarga, agar tindakan-tindakan Anda harus penuh kasih sayang terhadap pasangan Anda. Juga disini dituntut upaya seratus persen, bukan 75% atau bahkan setengahnya, tetapi berikanlah kasih sayang Anda secara total kepada pasangan Anda, sehingga ia dapat merasakan bagaimana Anda mencintai dia. Tentunya dengan Anda sebagai pemicu untuk memulai menunjukkan kasih sayang Anda kepadanya, ia juga akan terpacu pula untuk memberikan tindakan ia yang terbaik untuk Anda.
Runtuhnya ikatan pernikahan memang sangat disayangkan dan tidak patut terjadi pada suatu pasangan, bila sedari awal mereka telah berkomitmen untuk saling mencintai satu sama lain seumur hidup, namun bukan hanya di ucapan atau bibir saja, tetapi harusnya dimasukkan ke dalam relung hati yang paling dalam. Dari dulu hingga sekarang, rahasia pernikahan sukses selalu didengung-dengungkan orang, yakni jangan hilang perasaan saling mencintai, karena itulah inti yang akan mengobarkan semangat Anda guna mencapai pernikahan sukses di kemudian hari dengan pasangan yang Anda nikahi saat ini. Bila saat ini Anda merasakan api cinta Anda mulai meredup dan mungkin tinggal sebentar lagi menjadi padam, maka sebaiknya Anda secepatnya melakukan introspeksi diri dengan menggali esensi-esensi cinta yang pernah melanda Anda berdua di saat masih pacaran. Ingatan-ingatan akan kenangan masa lalu yang indah akan membantu Anda mengembalikan kobaran api cinta Anda menjadi besar kembali.
http://seputarpernikahan.com/menjaga-pernikahan/cinta-jalan-menuju-pernikahan-sukses/
Tanggapan:
Seluk beluk perkawinan dihiasi dengan suka dan duka yang dialami pasangan. Dalam hubungan perkawinan diperlukan perasaan cinta yang tetap atau lebih dan adanya komunikasi yang baik dalam menjaganya.  Seiring berjalannya waktu perkawinan, berbagai macam problema mulai muncul. Dari masalah-masalah yang ‘sepele’ sampai ujian-ujian hidup yang lebih berat dan kompleks. Semua itu, jika tidak disikapi dengan kepala dingin, akan menyebabkan konflik yang mengancam keselamatan pernikahan itu sendiri. Salah satunya, tentang perbedaan karakter. Suami dan istri adalah dua orang dengan isi kepala yang berbeda, latar belakangpun tak sama. Jadi wajar, ketika hidup bersama, ada saja sesuatu yang bertolak belakang. Lalu, bagaimana kita mempersiapkan diri melewati ‘kerikil-kerikil’ itu? Mendengar pengalaman orang lain, setidaknya bisa membantu kita untuk menambah wawasan. Dan mencari pengetahuan lewat bacaan juga bisa menjadi alternatif solusinya.

C.        Penyesuaian dan Pertumbuhan Dalam Perkawinan

Pola Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri pada Periode Awal
Antar pasangan memang tidak sama persis dalam penyesuaian perkawinannya. Sebagai gambarannya berikut pola penyesuaian yang bisa dilukiskan dari para pasangan dalam studi ini. Masing-masing pasangan menunjukkan bagaimana beradaptasi terhadap perbedaan yang terjadi yang melewati beberapa fase seperti berikut.

1. Fase bulan madu
Merupakan fase yang paling indah karena masing-masing pihak berupaya membahagiakan pasangannya. Pada fase ini para pasangan tidak berupaya untuk menonjolkan perbedaan yang terjadi, melainkan saling menutupi kelemahan masing-masing dan mengabaikan adanya kekurangan pasangannya.

2. Fase pengenalan kenyataan
Hal-hal yang memerlukan adaptasi dalam fase ini antara lain dalam hal kebiasaan pasangan. Kebiasaan pasangan suami istri yang paling sering muncul dalam penelitian ini adalah: a) pasangan, baik suami maupun istri terkejut atau kaget dengan perubahan sikap yang terjadi pada pasangannya; b) pasangan suami istri belum terbiasa dengan perubahan sikap yang terjadi pada pasangannya di awal pernikahan; c) salah satu pasangan ingin merubah kebiasaan pasangannya; d) salah satu pasangan menginginkan pasangannya tersebut masuk dalam kehidupannya; e) salah satu pasangan menginginkan agar pasangannya lebih dapat menerima kebiasaan-kebiasaan serta menerima keadaan dirinya apa adanya.
3. Fase Kritis Perkawinan
Fase ini adalah fase paling rawan yang mungkin akan mengancam kehidupan rumah tangga setelah mengenal kenyataan yang sebenarnya. Tingginya pendidikan bukanlah jaminan bahwa pasangan ini bisa beradaptasi dengan baik dan dapat menyelesaikan permasalahannya. Masalah seksual juga bisa menjadi salah satu sumber masalah terutama bila pasangan tidak terbuka dalam masalah seksual. Fase kritis akan semakin meruncing ketika ada keterlibatan keluarga salah satu pasangan. Hal itu berdampak karena salah satu pasangan dihadapkan pada kebimbangan dan kedekatan emosional antara keluarga atau suami/istrinya.

4. Fase menerima kenyataan
Suami istri menjalankan perkawinannya dengan cara-caranya sendiri atau terdapat aturan yang harus disepakati kedua belah pihak. Semua berpulang pada diri masing-masing dan tahu kapasitasnya dalam rumah tangga. Sehingga kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan baik walaupun perbedaan di tengah-tengah mereka. Kedua pasangan ini banyak belajar dan berkaca pada orang-orang yang sudah berpengalaman.

5. Fase kebahagiaan sejati
Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan perkawinan. Perbedaan bukanlah penghalang bagi pasangan untuk meniti tujuan jangka panjang dalam perkawinan dan mendapatkan kebahagiaan. Tetapi ada juga keluarga yang menjalani hidup rumah tangga apa adanya, artinya tidak menetapkan kebahagiaan sebagai tujuan rumahtangga. Pasangan ini melihat rumah tangga sebagai amanah, sehingga dijalaninya apa adanya, Karena itu keluarga yang demikian ini tidak memuat aturan-aturan yang ketat dalam rumahtangga. Apabila kebahagiaan gagal dicapai, anak seringkali dijadikan sebagai alasan untuk mendapatkan kebahagiaan. Walau terjadi perceraian, anak seringkali dijadikan tujuan, karena menurutnya anak adalah masa depan yang harus dijaga.

Faktor-faktor yang Mendukung Penyesuaian Perkawinan

Terdapat berbagai macam faktor yang mendukung keberhasilan pasangan suami istri melakukan penyesuaian perkawinan. Dari sekian banyak faktor pendukung itu, diantaranya adalah: 1) mereka menginginkan kebahagiaan suami istri dalam perkawinan serta menjaga hubungan baik dalam keluarga terutama anak-anak mereka; 2) kesediaan masing-masing pasangan untuk saling memberi dan menerima cinta dengan memberikan perhatian-perhatian kecil, berusaha meluangkan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga; 3) cara mengekspresikan afeksinya pada pasangan, entah itu mengungkapkan rasa sayang secara verbal, mempunyai ‘panggilan khusus’ pada pasangan atau lewat tindakan seperti membantu mengerjakan tugas rumah tangga. Menurutnya, ekspresi afeksi ini berbeda ketika masa pacaran. Ketika pacaran, masing-masing pasangan samasama tertutup dan segan untuk terbuka mengenai perasaannya, tetapi setelah menikah mereka lebih terbuka untuk mengungkapkan perasaan; 4) pasangan lebih menanamkan rasa toleransi, kerukunan, menghormati, menghargai serta memahami pada masing-masing pasangan. Perbedaan agama dalam pernikahan tidak menjadikan mereka terlibat dalam konflik yang berkepanjangan. Masing-masing pasangan menyadari kapasitas dan peran yang harus dijalankan dalam rumah tangga serta tidak memaksakan kehendak masing-masing; 5) pasangan menerapkan sikap saling terbuka diantara mereka mengenai hal sekecil apapun terutama menyangkut anak-anak. Bahkan saling kerja sama dalam rumah tangga mereka tanamkan, menjaga kualitas kebersamaan dengan anak-anaknya; 6) selalu menanamkan rasa cinta. Tidak terpikir oleh pihak istri saat itu bahwa calon suaminya mempunyai istri selain dirinya. Pasangan ini tetap melangsungkan pernikahan karena didasari rasa cinta yang dalam.


Tanggapan :
Penyesuaian selalu terjadi dalam kehidupan kita dan berlangsung sampai saat ini. Perubahan akan selalu ada, kita perlu memikirkan bagaimana keikhlasan hati kita dalam menerima (legowo) dalam menjalani kehidupan yang tidak akan sempurna karena resiko selalu adda dalam keputusan yang kita ambil.

D.        Perceraian dan Pernikahan Kembali

Perceraian Bukan Sebuah Hal yang Buruk


Perceraian adalah hal yang paling dibenci oleh Tuhan, namun jika itu memberi manfaat yang lebih besar daripada madharatnya, kenapa tidak? Banyak suami atau isteri yang terlalu dogmatis terhadap agamanya, sehingga dia lebih baik tersiksa dalam perkawinan dari pada harus mengambil jalan perceraian. Dalam ilmu psikologi modern banyak dikemukakan bahwa ketika kita menghadapi sebuah dilemma, maka pertimbangan moral yang lebih tinggi yang harus kita ambil dari 2 pilihan yang sangat berat. Kegagalan pernikahan bukan aib jika ternyata memberi kebahagiaan yang hakiki bagi anda. kegagagalan pernikahan bukan hal yang tabu kalau seandainya anda akan terbebas dari siksaan lahir maupun batin dari pasangan anda. Mempertahankan pernikahan bukan solusi yang tepat kalau dalam pernikahan anda merasa tak diakui dan dihargai sebagai manusia sejati.
Perceraian merupakan jalan terakhir setelah anda merasa sulit mengatasi ego pasangan anda dalam berbagai cara. Apa gunanya kehidupan rumah tangga dilanjutkan kalau harus mengorbankan harga diri dan martabat diri yang sudah diinjak-injak pasangan anda. setelah anda mempertimbangkan bahwa lebih banyak kebaikan yang dapat anda peroleh dengan adanya perceraian, maka segera ajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri yang terdekat. Bersikaplah tegar ketika anda berada dalam sidang perceraian. Mantapkan dalam hati bahwa kegagalan pernikahan anda kali ini bukanlah akhir dari dunia. Kiamat tak akan menimpa anda meskipun anda bercerai dengan pasangan yang pernah anda kasihi. Ungkapkan kepada hakim dalam sidang perceraian bahwa anda dan pasangan anda sudah mustahil untuk bersatu seperti air dengan minyak. Ajarkan kepada anak-anak bahwa kegagalan pernikahan anda sebagai orang tuanya adalah suatu takdir Tuhan yang tak bisa dipungkiri. Beri pengertian kepada mereka bahwa orang tua mereka telah mengambil jalan hidup masing-masing yang dipilihkan oleh Tuhan.
http://seputarpernikahan.com/menjaga-pernikahan/perceraian-bukan-sebuah-hal-buruk/
Artikel 2

Apa kata Alkitab mengenai perceraian dan pernikahan kembali?

Pertanyaan: Apa kata Alkitab mengenai perceraian dan pernikahan kembali?

Jawaban:
Pertama-tama, apapun pandangan mengenai perceraian, adalah penting untuk mengingat kata-kata Alkitab dalam Maleakhi 2:16a: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.” Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah pernikahan sebagai komimen seumur hidup. “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6). Meskipun demikian, Allah menyadari bahwa karena pernikahan melibatkan dua manusia yang berdosa, perceraian akan terjadi. Dalam Perjanjian Lama Tuhan menetapkan beberapa hukum untuk melindungi hak-hak dari orang yang bercerai, khususnya wanita (Ulangan 24:1-4). Yesus menunjukkan bahwa hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan karena rencana Tuhan (Matius 19:8).

Kontroversi mengenai apakah perceraian dan pernikahan kembali diizinkan oleh Alkitab berkisar pada kata-kata Yesus dalam Matius 5:32 dan 19:9. Frasa “kecuali karena zinah” adalah satu-satunya alasan dalam Alkitab di mana Tuhan memberikan izin untuk perceraian dan pernikahan kembali. Banyak penafsir Alkitab yang memahami “klausa pengecualian” ini sebagai merujuk pada “perzinahan” yang terjadi pada masa “pertunangan.” Dalam tradisi Yahudi, laki-laki dan perempuan dianggap sudah menikah walaupun mereka masih “bertunangan.” Percabulan dalam masa “pertunangan” ini dapat merupakan satu-satunya alasan untuk bercerai.

Namun demikian, kata Bahasa Yunani yang diterjemahkan “perzinahan” bisa berarti bermacam bentuk percabulan. Kata ini bisa berarti perzinahan, pelacuran dan penyelewengan seks, dll. Yesus mungkin mengatakan bahwa perceraian diperbolehkan kalau terjadi perzinahan. Hubungan seksual adalah merupakan bagian integral dari ikatan penikahan, “keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24; Matius 19:5; Efesus 5:31). Oleh sebab itu, memutuskan ikatan itu melalui hubungan seks di luar pernikahan dapat menjadi alasan untuk bercerai. Jika demikian, dalam ayat ini, Yesus juga memikirkan tentang pernikahan kembali. Frasa “kawin dengan perempuan lain” (Matius 19:9) mengindikasikan bahwa perceraian dan pernikahan kembali diizinkan dalam kerangka klausa pengecualian, bagaimanapun itu ditafsirkan. Penting untuk diperhatikan bahwa hanya pasangan yang tidak bersalah yang diizinkan untuk menikah kembali. Meskipun tidak disebutkan dalam ayat tsb, izin untuk menikah kembali setelah perceraian adalah kemurahan Tuhan kepada pasangan yang tidak bersalah, bukan kepada pasangan yang berbuat zinah. Mungkin saja ada contoh-contoh di mana “pihak yang bersalah” diizinkan untuk menikah kembali, namun konsep tsb tidak ditemukan dalam ayat ini.

Sebagian orang memahami 1 Korintus 7:15 sebagai “pengecualian” lainnya, di mana pernikahan kembali diizinkan jikalau pasangan yang belum percaya menceraikan pasangan yang percaya. Namun demikian, konteks ayat ini tidak menyinggung soal pernikahan kembali dan hanya mengatakan bahwa orang percaya tidak terikat dalam pernikahan kalau pasangan yang belum percaya mau bercerai. Orang-orang lainnya mengklaim bahwa perlakuan sewenang-wenang (terhadap pasangan yang satu atau terhadap anak) adalah alasan yang sah untuk bercerai sekalipun Alkitab tidak mencantumkan hal itu. Walaupun ini mungkin saja, namun tidaklah pantas untuk menebak Firman Tuhan.

Kadang-kadang hal yang dilupakan dalam perdebatan mengenai klausa pengecualian adalah kenyataan bahwa apapun jenis penyelewengan dalam pernikahan, itu hanyalah merupakan izin untuk bercerai dan bukan keharusan untuk bercerai. Bahkan ketika terjadi perzinahan, dengan anugrah Tuhan, pasangan yang satu dapat mengampuni dan membangun kembali pernikahan mereka. Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni banyak dosa-dosa kita. Kita tentu dapat mengikuti teladanNya dan mengampuni dosa perzinahan (Efesus 4:32). Namun, dalam banyak kasus, pasangan yang bersalah tidak bertobat dan terus hidup dalam percabulan. Di sinilah kemungkinanan Matius 19:9 dapat diterapkan. Demikian pula banyak yang terlalu cepat menikah kembali setelah bercerai padahal Tuhan mungkin menghendaki mereka untuk tetap melajang. Kadang-kadang Tuhan memanggil orang untuk melajang supaya perhatian mereka tidak terbagi-bagi (1 Korintus 7:32-35). Menikah kembali setelah bercerai mungkin merupakan pilihan dalam keadaan-keadaan tertentu, namun tidak selalu merupakan satu-satunya pilihan.

Adalah menyedihkan bahwa tingkat perceraian di kalangan orang-orang yang mengaku Kristen hampir sama tingginya dengan orang-orang yang tidak percaya. Alkitab sangat jelas bahwa Allah membenci perceraian (Maleakhi 2:16) dan bahwa pengampunan dan rekonsiliasi seharusnya menjadi tanda-tanda kehidupan orang percaya (Lukas 11:4; Efesus 4:32). Tuhan mengetahui bahwa perceraian dapat terjadi, bahkan di antara anak-anakNya. Orang percaya yang bercerai dan/atau menikah kembali jangan merasa kurang dikasihi oleh Tuhan bahkan sekalipun perceraian dan pernikahan kembali tidak tercakup dalam kemungkinan klausa pengecualian dari Matius 19:9. Tuhan sering kali menggunakan bahwa ketidaktaatan orang-orang Kristen untuk mencapai hal-hal yang baik.

Tanggapan:
Saya tahu dalam tugas ini seharusnya memberikan 1 artikel tetapi saya menghadirkan 2 artikel karena adanya perbedan. Prinsip iman Kristen tentang pernikahan–monogami (satu pasangan), fidelitas (kesetiaan) dan indisolubilitas (tak terceraikan)–memperkuat idealisme semacam ini. Berhadapan dengan benturan antara idealisme dan realisme pernikahan kristiani ini, kita perlu memberikan sebuah sikap yang sekaligus teologis dan etis. Keduanya perlu diperdampingkan bersama-sama sebab, jika tidak, pemisahan keduanya hanya akan memunculkan sikap yang tak berimbang dan mandul dalam menyikapi persoalan perceraian. Pendekatan yang melulu teologis, tanpa perimbangan etis, hanya akan menghasilkan sikap-sikap ideologis, yang tampaknya kokoh dan tegas, namun sebenarnya jauh dari empati atas persoalan-persoalan hidup manusia. Sebaliknya, pendekatan yang mengaku diri etis, tanpa pemerkayaan teologis juga berbahaya, karena ia mudah sekali tampil terlalu situasional, tanpa prinsip dan kedalaman. Keseimbangan perspektif teologis dan etis di atas pada akhirnya memampukan gereja untuk mengambil sikap pastoral terhadap anggota jemaat yang harus menghadapi perceraian dan ingin memasuki pernikahan kembali.

Akhirnya, sikap terhadap masalah perceraian dan pernikahan kembali perlu diteropong dari empat sumber iman dan teologi Kristen yang sejak awal sudah selalu mengasuh gereja: Alkitab, tradisi, pengalaman dan akal-budi. Keempatnya sering disebut segiempat teologis (theological quadrilateral). Mencari tahu apa kata Alkitab memang penting, bahkan sangat penting, namun tanpa diterangi oleh pengalaman masa kini, tradisi iman gereja serta akal-budi yang jernih, maka kita bisa terjebak ke dalam biblisisme ideologis.
Pada akhirnya menurut saya ikuti suara kata hati dan yakinlah ajaran Tuhan selalu baik adanya untuk kita.

E.        Single Life

(Iman W Sujianto – Inspirator Morning Spirit)
Menarik sekali ketika membahas tentang sebaiknya menikah atau tetap lajang.  Jika hal ini dtanyakan kepada para lajang atau yang sudah menikah tentu jawabannya akan berbeda-beda. Yuk, kita lihat beberapa alasan mereka.

Mengapa sebagian wanita memilih untuk tetap melajang?

Dalam bahasa Indonesia. lajang adalah seseorang yang memiliki status perkawinan belum pernah menikah. Lajang tidak mengenal gender sehingga secara umum kata "masih lajang" dapat juga digunakan sebagai pengganti kata "masih jejaka (bujang)" ataupun "masih gadis (perawan)". Lawan kata lajang adalah telah menikah atau telah berumah tangga. Nah, khusus bagi kaum hawa tentu punya beberapa alasan mengapa  mereka memilih tetap melajang Beberapa alasan itu adalah :
Ingin membangun karir. Di China berdasar hasil survey, 82 % wanita memilih tidak menikah. Begitu pula di Jepang 90 % wanitanya memilih tidak menikah. Alasannya karena ingin fokus  membangun karir yang sukses.
Ingin mandiri. Ini adalah hal lain mengapa wanita tidak menikah. Jika ditanya, kecenderungan jawaban adalah lebih senang membuat keputusan ataupun menghasilkan uang sendiri, Tidak ingin tergantung dengan siapapun. Bebas melakukan apapun untuk menghabiskan hidupnya. Dia tidak harus merasa bersalah ketika dia menghabiskan uangnya untuk membeli tas ataupun baju dengan pasangannya.
Pendidikan. Wanita berpendidikan tinggi cenderung ingin berkarir hingga mentok sesuai dengan kemampuan. Mereka tidak ingin dibebani  tugas rutin seperti mengurus anak dan suami. Selain akhirnya mereka juga menjadi ‘terjebak’ karena sulitnya memilih calon suami yang sepadan dengan mereka.
Hati-hati. Sebagian wanita mengalami phobia takut menikah karena mereka melihat rekan-rekan disekelilingnya bercerai atau mendengar cerita pernikahan mengerikan dari orang lain. Akibatnya sebagian mereka menjadi kurang bersemangat dalam memandang sebuah perkawinan, sehingga cenderung sangat hati-hati untuk mengenal pasangan yang cocok dengannya.

Mengapa sebagian wanita yang lain memilih menikah?

Berbeda dengan mereka yang memutuskan melajang. Para wanita yang berani menikah juga mempunyai alasan kenapa mereka memilih menikah. Alasannya adalah:
Cinta. Karena cintanya dengan pasangan maka mereka mau untuk menikah. Mereka ingin menghabiskan sisa waktu dengan orang yang paling dicintainya.
Tidak mau dianggap perawan tua. Beberapa wanita merasa bahwa status itu sangat mengganggu dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu mereka menikah dengan pria yang cocok dan mereka cintai menjadi suami mereka dan mereka dapat terbebas dari tekanan sosial masyarakat.
Ingin punya anak dan keluarga. Mereka mengharapkan sebuah keluarga dan kehidupan yang berbahagia dengan mempunyai anak dan mendidik mereka hingga besar.
Menghindari seks bebas. Pergaulan sosial yang sudah sangat bebas saat ini membuat sebagian wanita merasa takut dirugikan ketika mereka membangun hubungan (pacaran) dengan lawan jenis, sehingga mereka segera menuntut ketika sudah cukup berpacaran untuk segera mengarah kepada jenjang pernikahan. 

Percaya bahwa menikah tambah banyak rejeki yang mengalir

Saat ini memang semakin banyak wanita yang mandiri. Mereka mampu mencari uang sendiri. Namun mereka pun ingin mempunyai perasaan yang lebih nyaman secara financial. Dan salah satunya adalah dengan menikah. Mereka percaya bahwa rejeki akan mengalir lebih banyak kepada orang yang menikah dan mempunyai anak.
Nah, para wanita Indonesia, apa pilihan Ladies saat ini, segera menikah atau tetap melajang ????
http://www.emveemag.com/article/90
Tanggapan :
Menurut saya banyak alasan seseorang untuk melajang. Kehidupan di perkotaan yang menuntut prestasi kerja lebih juga merupakan salah satunya. Adanya fobia atau trauma dan pengalaman orang disekitarnya tentang pandangan negatif pernikahan yang membuat takut. Kesibukan meniti karir (atau bisa disebut workaholic)  yang membuat para single life memilih memfokuskan diri pada karir mereka. Mungkin juga belum bisa mencocokan dan menyatukan kehidupan keluarga pasangan masing-masing karena menikah bukan hanya menyatukan dua insan saja tetai menyatukan dua keluarga. Dan single life bukan lagi karena nasib menjomblo atau perjaka atau perawan tua tetapi meruakan pilihan.
Sekedar tambahan dulu saya mempunyai pengajar yang belum menikah. Ibu saya mengatakan “wah perawan tua”. Saya pun sedikit kesal karena kita tidak bisa mengetahui alasan mereka dan tidak bisa men-judge seseorang hanya dari pandangan kita saja. Salah satu alasan pengajar saya karena dedikasinya untuk pekerjaan dan alasan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar